Apa itu Manajemen Proyek TI?
Saat ini, organisasi selalu membutuhkan SI/TI untuk menjalankan proses bisnis mereka. Mereka berkeyakinan bahwa dengan penerapan SI/TI di lingkungannya dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas sehingga tercipta keunggulan kompetitif yang mendatangkan banyak keuntungan bagi bisnis mereka. Pengelolaan proyek pada umumnya berbeda dengan proyek-proyek yang melibatkan SI/TI. Untuk itu, dalam artikel ini dibahas tuntas tentang konsep manajemen proyek TI yang baik sesuai best practice.
Saat ini, organisasi selalu membutuhkan SI/TI untuk menjalankan proses bisnis mereka. Mereka berkeyakinan bahwa dengan penerapan SI/TI di lingkungannya dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas sehingga tercipta keunggulan kompetitif yang mendatangkan banyak keuntungan bagi bisnis mereka. Pengelolaan proyek pada umumnya berbeda dengan proyek-proyek yang melibatkan SI/TI. Untuk itu, dalam artikel ini dibahas tuntas tentang konsep manajemen proyek TI yang baik sesuai best practice.
Manajemen Proyek TI adalah disiplin ilmu yang relatif baru dalam mengelola proyek-proyek TI agar lebih sukses (selaras dengan tujuan perusahaan) dengan menggabungkan konsep Manajemen Proyek tradisional dengan Rekayasa Perangkat Lunak/Sistem Informasi Manajemen. Peran TI dilebur dalam siklus hidup suatu proyek pada umumnya, yaitu pada siklus hidup pengembangan perangkat lunak atau yang dikenal dengan istilah Software Development Life Cycle (SDLC).
Mengapa perlu mengimplementasikan konsep Manajemen Proyek TI sesuai best practice?
Pada tahun 1995, Standish Group menerbitkan sebuah penelitian yang berhubungan dengan proyek TI di Amerika Serikat. Pada hasil penelitiannya Standish Group mengemukakan bahwa
31% proyek TI dibatalkan sebelum diselesaikan.
53% proyek TI dinyatakan selesai tetapi melewati dari jadwal yang sudah ditentukan, menghabiskan lebih dari bujet yang sudah ditentukan, dan tidak sesuai dengan kebutuhan yang diminta.
Dengan data tersebut di atas, menunjukkan bahwa 80% lebih proyek TI yang dikerjakan dinyatakan gagal. Kegagalan ini mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian yang cukup signifikan sehingga Divisi atau Departemen TI selalu dianggap cost center.
Banyak faktor yang menyebabkan kegagalan tersebut. Untuk itu, agar kejadian tersebut tidak terulang kembali, perlu ada perbaikan dalam proses dan pengelolaan proyek TI. Pada saat itu, belum ada panduan khusus atau metode praktis yang membahas tentang pengelolaan proyek-proyek TI. Namun, saat ini sudah banyak penulis maupun peneliti yang membahas konsep Manajemen Proyek TI secara best practice. Hal ini sangat membantu pengerjaan proyek-proyek TI agar memiliki kualitas yang bagus, tepat waktu, sesuai bujet, dan sesuai kebutuhan.
Metodologi Manajemen Proyek TI
Klik gambar untuk memperjelas
Dalam metodologi manajemen proyek TI, ada 5 tahapan yang harus dilakukan, yaitu Initiation, Planning, Execution, Closing, dan Evaluation. Masing-masing tahapan akan menghasilkan suatu deliverable. Setiap tahapan perlu dilakukan monitoring dan controlling untuk memastikan bahwa proses atau prosedur dalam tahapan tersebut telah dilakukan dengan baik dan benar. Metodologi ini mirip dengan metodologi pada proyek secara umum, tetapi yang membedakannya adalah adanya proses SDLC pada tahapan execution. Berikut tahapan-tahapan pada metodologi manajemen proyek TI:
1. Initiation
Dalam tahapan ini, Unit Bisnis atau Departemen dalam suatu organisasi mulai mengusulkan dan mengajukan proyek mereka yang berhubungan dengan penggunaan SI/TI kepada Divisi/ Departemen TI. Pengajuan proyek dilakukan secara resmi dengan mengisi dokumen yang telah ditentukan standarnya. Dokumen ini dikenal dengan istilah Business Case Document (BCD) atau Business Requirement Document (BRD). Dalam dokumen tersebut dijelaskan goal, objektif, ruang lingkup, risiko, dan alternatif opsi yang akan digunakan. BCD seharusnya dibuat dan dikerjakan oleh Unit Bisnis atau Departemen yang mengajukannya. Tetapi dalam praktiknya, ini lebih sering dilakukan oleh Project Management Officer (PMO) maupun Tim di Divisi/Departemen TI untuk mempercepat proses pengajuannya. Akibatnya, pengguna tidak terlalu mengerti apa yang mereka ajukan sehingga mereka juga tidak mengetahui apa yang menjadi kebutuhan dasar mereka. Hal ini tentu akan mempersulit dalam menentukan kriteria keberhasilan proyek. Padahal, selain sebagai bukti otentik pengajuan suatu proyek, fungsi lain dari pembuatan BCD ini adalah untuk meningkatkan rasa kepemilikan dan komitmen antara Divisi/Departemen TI dengan pengguna atau pemilik proyek dalam menjalankan proyeknya hingga selesai.Ketika BCD diserahkan kepada Divisi/Departemen TI, biasanya disertai dengan Job Request Form (JRF) yang menandakan bahwa usulan proyek dari unit bisnis/departemen lainnya sudah diserahkan ke Divisi/Departemen TI. JRF berisikan data yang mengajukan proyek serta nama dan deskripsi singkat proyek. Selanjutnya, Tim TI akan melakukan analisis terhadap pengajuan usulan tersebut berkenaan dengan ketersediaan resource di internal mereka seperti jumlah SDM yang tersedia, kemampuan SDM, kebutuhan perangkat keras, kebutuhan perangkat lunak(apakah memutuskan menggunakan software COTS atau membangun sendiri), dll.Penentuan project sponsor, project controller, dan project manager dapat dilakukan pada tahap ini. Project sponsor adalah orang yang mendanai dan mendukung proyek ini secara penuh. Biasanya yang bertindak sebagai project sponsor adalah Presiden Direktur/Direktur Utama/Direktur dari unit bisnis atau divisi terkait. Project controller adalah orang yang akan melakukan kontrol dan pengawasan terhadap jalannya proyek. Biasanya yang bertindak sebagai Project Controller adalah General Manager/Deputy General Manager/Kepala Divisi. Sedangkan project manager adalah orang yang ditunjuk untuk mengelola jalannya proyek. Project manager tidak harus seorang manajer, siapa pun bisa menjadi Project Manager.
2.Planning
Dalam tahapan ini, perencanaan dilakukan dengan membuat Tim inti proyek terlebih dahulu. Setelah itu membuat Work Breakdown Structure (WBS) berupa susunan pekerjaan-pekerjaan yang akan dilakukan dalam menyelesaikan proyek yang disajikan secara detail tanpa memperhatikan urutan pekerjaan. Setelah membuat WBS, Tim Proyek dapat membuat jadwal pekerjaan dalam bentuk Gantt Chart atau timeline, pemetaan SDM, dan perencanaan bujet. Kesemuanya itu dituangkan ke dalam dokumen project charter.Sebelum mengisi dokumen project charter, sejumlah pertemuan disusun untuk menyamakan persepsi dan mengetahui kebutuhan-kebutuhan bisnis secarai detail. Setiap pertemuan harus menghasilkan Minutes Of Meeting (MOM) yang mana merupakan rangkuman terhadap hasil pertemuan. MOM ini juga menjadi landasan dalam pengisian dokumen project charter. Jika membutuhkan bantuan pihak ketiga dalam pengerjaan ini baik untuk kebutuhan software maupun tenaga pengembang software, maka mekanisme tender juga dilakukan pada tahapan ini.Untuk memulai sebuah proyek, biasanya ditandai dengan Kick-off meeting. Pada saat kick-off meeting, project sponsor, dan project controller seharusnya hadir sebagai bentuk dukungan dan memotivasi tim dalam bekerja. Termasuk pihak ketiga yang dilibatkan dalam proyek. Dokumen project charter harus sudah selesai sebelum melakukan kick-off meeting karena pada saat pertemuan tersebut dokumen project charter harus disetujui. Dokumen project charter merupakan panduan dalam mengerjakan proyek. MOM Kick-off meeting juga dilampirkan bersama dokumen project charter.
3. Execution
Dalam tahapan ini, eksekusi dilakukan oleh Tim TI yang membangun dan mengembangkan aplikasi/sistem informasi dengan konsep SDLC.
Planning, dalam proses eksekusi pengembangan sistem yang termasuk kegiatan perencanaan meliputi analisis kebutuhan bisnis untuk memastikan bahwa Tim Pengembang maupun Analis Sistem sudah mengerti terhadap permintaan dalam dokumen project charter. Selain itu, penentuan penggunaan bahasa pemrograman, database, ketersediaan server, dan tools lainnya juga mulai disiapkan dalam tahapan ini. Jika kebutuhan perangkat belum tersedia, maka perlu dilakukan pengadaan barang untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Karena proses pengadaan barang membutuhkan waktu yang tidak sedikit.
Analysis, dalam proses eksekusi pengembangan sistem yang termasuk kegiatan analisis meliputi analisis dampak terhadap bisnis, mengidentifikasi potensial risiko yang mungkin ada, celah keamanan data, dan konsep High Availability (HA) jika diperlukan.
Design, dalam proses eksekusi pengembangan sistem yang termasuk kegiatan desain meliputi perancangan database, pembuatan Entity Relationship Diagram (ERD), pembuatan pseudocode, pembuatan Data Flow Diagram (DFD), pembuatan Use Case Diagram, pembuatan Activity Diagram (AD), HIPO diagram, desain theme, desain form, dll. Setelah proses desain selesai, Software Architecture Document (SAD) juga harus selesai dibuat. Pembuatan SAD dapat dicicil pada tahapan Analisis pada SDLC.
Implementation, dalam proses eksekusi pengembangan sistem yang termasuk kegiatan implementasi meliputi pembuatan code, pengujian, deploy, dan Go-Live. Pada tahapan implementasi, Test Scenario Document (TSD), Manual Guidance, dan Technical Document harus ada.
Dalam proses eksekusi ini akan menghasilkan aplikasi/sistem informasi yang diinginkan.
4. Closing
Dalam tahapan ini, proyek akan dinyatakan selesai. Waktu closing terhitung setelah proses eksekusi(saat Go-Live) selesai dilakukan. Waktu yang ideal biasanya 1-2 bulan setelah proyek Go-Live. Dalam masa itu, dilakukan review dengan memberikan kuesioner kepada pengguna tentang aplikasi/sistem informasi yang dibuat. Kuesioner tersebut dimasukkan kedalam lampiran pada dokumen Project Implementation Review (PIR). Dalam dokumen PIR membahas seputar isu yang terjadi setelah proyek Go Live dan penanganannya. Hasil dan analisis traffic penggunaan maupun transaksi yang terjadi melalui aplikasi/sistem informasi tersebut.Slide presentasi dibuat untuk menyampaikan hasil review kepada Tim Proyek dan beberapa pengguna yang diundang dalam Project Closing Meeting. Dalam pertemuan tersebut proyek harus dinyatakan selesai.
5. Evaluation
Dalam tahapan ini, evaluasi terhadap suatu aplikasi/sistem informasi perlu dilakukan untuk menciptakan keseimbangan dalam siklus hidup sistem dan memastikan bahwa aplikasi/sistem informasi yang sudah dibuat masih digunakan oleh pengguna. Ini adalah tahapan pembelajaran (lesson learned) dimana kebutuhan akan terus bertambah dan berkembang dan memaksa aplikasi/sistem informasi yang sudah dibuat juga perlu untuk diperbarui.
Sumber : Blog.Adytyapradypta
Post a Comment